Rabu, 10 Desember 2008

MENJADI PENDIDIK YANG KONSISTEN

MENJADI PENDIDIK YANG KONSISTEN
Rabu, 19 November 2008 19:12

Dalam mengajar seringkali seorang guru akan merasakan kesulitan untuk menerapkan pola pengajaran dan pemberian konsekuensi secara konsisten terhadap anak didiknya. Para guru muda cenderung bersikap sangat lunak dalam menerapkan peraturan kepada para muridnya dan guru yang telah lama berpengalaman cenderung untuk memberi berbagai macam hukuman terhadap anak didik yang tidak mengikuti peraturannya.

Anak-anak selalu senang menguji batasan-batasan peraturan yang kita buat di kelas. Hal ini ada di semua jenjang pendidikan dan semua tipe kelas: TK, SD, SMP dan SMA. Kelas dengan jumlah murid sedikit (20-an anak) atau kelas dengan jumlah siswa banyak (40-an anak). Semua itu memberikan tantangan tersendiri buat para guru untuk dapat menentukan tindakan dan konsekuensi yang tepat kepada mereka.

Penerapan undang-undang anti kekerasan pada anak-anak mengharuskan para guru untuk bersikap lebih hati-hati terhadap pemberian konsekuensi terhadap satu pelanggaran peraturan kelas. Akan tetapi, hal tersebut bukanlah satu penghalang bagi para guru untuk tetap menjalankan disiplin kelasnya. Banyak pola pemberian konsekuensi dari peraturan kelas yang tidak mengarah kepada pemberian hukuman fisik. Yang perlu disikapi adalah guru dapat menemukan cara terbaik dalam pemberian konsekuensi perilaku negatif siswa dengan tetap menekankan kepada pendidikan moral dan budi pekerti mereka.

Banyak cara yang dapat di terapkan dalam pemberian konsekuensi terhadap prilaku negatif siswa. Pemberian tugas seperti menulis essay, mewarnai gambar, mengisi teka-teki pengetahuan umum, membaca encyclopedia dan lain sebagainya akan menjadi solusi terbaik dalam pemberian konsekuensi kepada siswa yang kebetulan melanggar peraturan kelas. Tujuan dari semua itu tetap sama yaitu membantu siswa untuk membangun penguasaan diri dengan menjalankan peraturan secara konsisten. Oleh karena itu sangat diharapkan bahwa para guru juga bisa konsisten terhapap hal itu.
Temanku yang seorang guru di sebuah Taman Kanak-Kanak di kotaku bercerita tentang satu pengalamannya tahun lalu. Ada seorang anak di kelasnya yang bernama Nelson. Anak blasteran Australia dan Bali ini adalah seorang anak yang aktif dan punya rasa penasaran yang besar terhadap apapun yang sedang dikerjakannya. Kata temanku, Nelson kadangkala banyak bertanya akan satu hal yang terkadang membuatnya kewalahan untuk menjawab. Nelson selalu dapat menerima jika kita menjelaskan segala sesuatu secara logika. Dia juga cukup berani mengakui kesalahannya. Sangat menyenangkan mempunyai siswa seperti Nelson.

Suatu hari, saat pelajaran Science, gurunya menjelaskan tentang benda hidup dan benda mati. Setelah menjelaskan panjang lebar tentang topik bahasan tersebut, guru science itu memberi instruksi untuk melihat dan mencari benda-benda yang termasuk benda mati dari berbagai macam benda dan gambar yang ada di dalam kelas. Semua anak segera menyebar ke seluruh sudut kelas untuk mengklaim satu gambar atau benda. Kemudian mereka akan bertanya-jawab dengan guru science untuk pembahasannya.
Adapun Nelson, dia tidak mau seperti teman-temannya. Menunjuk gambar yang ada di dinding kelas sangat biasa baginya. Mulailah dia memanjat satu kursi untuk meraih sebuah kotak berisikan biji-bijian yang ditaruh di atas lemari kelas. Karena tubuhnya belum cukup tinggi mengakibatkannya untuk berjinjit. Beberapa temannya bersorak memberinya semangat. Nelson tambah semangat. Sang bu guru yang sedang membantu anak-anak lain, menoleh dan terlambat untuk bertindak. Kotak biji-bijian itu tumpah ruah dengan bebasnya ke lantai kelas. Suara bu guru mengejutkan anak-anak dan mereka serentak terdiam. Dengan menahan amarah karena melihat kelas yang berantakan seperti kapal pecah, bu guru mendekati Nelson.

Anak itu cepat memberi penjelasan dari tindakannya. Terlihat sekali kalau dia sangat menyadari kesalahannya. Dia berkata bahwa dia ingin menunjukkan sesuatu yang beda dari teman-temannya. Sang ibu guru sangat sadar bahwa Nelson adalah salah satu anak pintar yang selalu berusaha menjadi yang terbaik. Sudah sepantasnyalah dia mendapat penghargaan atas usahanya itu.

Namun bagaimanapun juga Nelson telah membuat kelas menjadi berantakan dan terlebih lagi yang dikhawatirkan oleh temanku adalah, bagaiman jika Nelson terjatuh dan terluka? Temanku itu sudah dapat membayangkan bagaimana marahnya orangtua Nelson nantinya dan pastinya dia akan di anggap lalai dalam memperhatikan anak-anak.
Akhirnya temanku tetap memberi konsekuensi atas tindakan Nelson tersebut. Mau tahu apa yang di lakukan oleh sang ibu guru? Dia hanya bilang pada Nelson bahwa hari itu dia tidak bisa bermain seperti biasa dan harus membereskan semua biji-bijian tersebut serta mengaturnya kembali sesuai tempatnya.

Demikianlah, akhirnya Nelson tetap melaksanakan konsekuensi yang di tetapkan oleh guru akan tindakannya yang membuat kelas berantakan. Menurut temanku, Nelson tidak merasa tertekan dengan hal tersebut. Jadi banyak tindakan yang dapat kita lakukan pada anak didik tanpa membuat mereka takut dan tertekan dan kita sebagai guru juga telah menunjukkan konsistensi kita dengan cukup adil. (Eka Yudantini / muda-fashion.com)

http://www.muda-fashion.com/teacher-corner/89-menjadi-pendidik-yang-konsisten.html

Tidak ada komentar: