Rabu, 14 Januari 2009

Pendidikan Islam tak Beri Solusi Dunia

Pendidikan Islam tak Beri Solusi Dunia : Aavani

By Republika Newsroom
Rabu, 14 Januari 2009 pukul 18:30:00

SURABAYA -- Pengajar Institut Filsafat Iran, Gholamreza Aavani mengatakan, pendidikan Islam sejak abad pertengahan hingga kini tidak pernah menawarkan solusi faktual terhadap berbagai persoalan yang terjadi di dunia."Sebagai agama yang awalnya menjadi jawaban atas kebobrokan masa lalu, pendidikan Islam kini kurang memberikan kontribusi bagi perkembangan di dunia," katanya dalam konferensi tentang Pemikiran Islam dalam Mengembangkan Nilai Lokal di kampus IAIN Sunan Ampel Surabaya, Jatim, Rabu.
Menurut dia, pendidikan Islam belum berhasil mengembangkan Islam sebagai agama yang bermanfaat bagi masyarakat. Proses pendidikan di lembaga pendidikan Islam juga tidak berhasil mengembangkan keterbukaan berpikir untuk memajukan Islam sendiri."Sepertinya ada yang salah dalam proses pendidikan Islam sehingga tidak pernah memberikan solusi yang murni lahir dari nilai keislaman," katanya.
Salah satu sebabnya, lanjut dia, para pelajar di lembaga pendidikan Islam tidak diajari filsafat. Padahal, filsafat membantu mengembangkan daya pikir kritis dan mendalam. "Para pemikir besar Islam di masa lalu lahir karena mereka diberi pelajaran filsafat," katanya.
Pengajar IAIN Sunan Ampel Surabaya, Abdul Kadir Riyadi menambahkan, fenomena itu sangat ironis mengingat Islam adalah agama sintesis."Dari seluruh ayat Alquran dan hadis, hanya sekitar 10 persen membahas soal halal, haram, dan makruh (hal yang sebaiknya dihindari). Sisanya memberi ruang pada mubah (hal yang dibolehkan). Untuk membahas mubah ini, ruang diskusi terbuka," katanya.
Menurut dia, kemampuan menjadi ajaran yang terbuka amat penting bagi Islam. Hanya ajaran dan aliran bersifat terbuka yang bisa selamat dan memberi kontribusi bagi perkembangan peradaban. "Banyak sekali ajaran atau pemikiran tertutup yang ambruk karena tidak tanggap terhadap kebutuhan zaman," katanya.
Di Eropa abad pertengahan, peradaban tidak berkembang ketika agama menutup ruang wacana. Kepatuhan buta kepada pemimpin dan imam membuat orang berani berpikir terbuka dan mencari solusi baru. "Islam tidak boleh seperti itu," katanya.
Sayangnya, keterbukaan dalam Islam justru mendapat ancaman dari dalam. Di Indonesia, sekelompok orang memaksakan penggunaan hukum Islam yang kaku pada negara dengan keberagaman tinggi. "Pemaksaan itu tanda tidak menghargai keberagaman," kata Riyadi.
Sementara pengajar Nanyang Technology University, Singapura, Karim Douglas Crom, mengingatkan, umat Islam tidak usah menyalahkan orang lain atas keterpurukannya sekarang. "Umat Islam harus introspeksi. Jangan menyalahkan Amerika atau Inggris kalau tertinggal. Kita harus tahu apa penyebab kondisi ini dan memperbaikinya," katanya.ant/kp

http://www.republika.co.id/berita/26059.html

Tidak ada komentar: