Jumat, 16 Januari 2009

Kurang Membaca Apalagi Menulis

Kurang Membaca Apalagi Menulis

Senin, 05 Januari 2009 pukul 09:40:00
Oleh Ahmad Tohari

Rasanya tidak akan ada orang yang membantah kenyataan bangsa ini sudah tertinggal dari bangsa-bangsa lain dalam berbagai hal. Orang pun tahu salah satu sebab utama ketertinggalan itu adalah rendahnya semangat membaca dan menulis yang dimiliki oleh masyarakat kita. Dalam angka bisa dilihat, misalnya, jumlah penduduk Indonesia yang punya kebiasaan membaca hanya tujuh persen. Jumlah penulis buku (novel) hanya sekitar 250 orang di antara 220 juta penduduk. Setiap tahun hanya terbit 30 ribu judul buku. Sedangkan, di Thailand, dengan jumlah penduduk jauh lebih kecil, setiap tahun terbit hampir 90 ribu judul.

Angka lain membuktikan, pengajaran baca-tulis di SMA zaman Belanda bahkan jauh lebih baik dari sekarang. Pada waktu itu, anak-anak SMA jurusan sosbud diwajibkan membaca dan membahas 25 buku. SMA bagian ilmu pasti diwajibkan membaca 15 buku dalam waktu 3 tahun. Para pendiri negara ini, seperti Bung Karno, Bung Hatta, Sutan Syahrir, Wilopo, Leimena, dan lain-lain, menjadi negarawan karena jiwa mereka kaya akan nilai-nilai utama yang mereka peroleh, antara lain, dari bacaan yang banyak sewaktu muda. Ah, agaknya penting untuk membandingan mereka dengan pemimpin sekarang yang ketika SMA tidak ada lagi kewajiban membaca buku sastra sejak tahun 1950.

Saat ini, kondisi dan situasi pengajaran membaca dan menulis buku sudah demikian parah. Walaupun begitu, tidak banyak orang yang peduli atas kenyataan yang menyedihkan ini. Situasi malas baca dan gagap tulis terus berlangsung. Padahal, akibat buruk situasi ini sudah lama muncul di depan mata. Yakni, tidak terhayatinya nilai-nilai yang lazimnya tersebar melalui berbagai jenis buku bermutu. Nilai-nilai tersebut amat banyak. Namun, bisa diringkas menjadi iman dan penghargaan terhadap martabat kemanusiaan dalam arti luas.

Alhamdulillah, dalam situasi gelap dunia baca-tulis buku, tiba-tiba muncul sepercik cahaya harapan. Sebuah lembaga yang diberi nama Rumah Puisi telah dan diharapkan bisa menjadi virus yang menyebarkan semangat baca-tulis buku ke seluruh pelosok Tanah Air. Pendirinya adalah si orang peduli, DR (HC) Taufiq Ismail bersama istrinya, Ati Ismail. Fisik Rumah Puisi berupa bangunan yang amat mewakili dan terletak di Aie Angek, Kabupaten Tanah Datar, Sumatra Barat. Dengan modal awal 6.000 buku koleksi pribadi, lembaga swasta ini punya beberapa program berkelanjutan, antara lain pelatihan bagi guru bahasa SMA/MAN dan pelatihan menulis untuk para siswa.

Selain karena sedih melihat sebagian besar warga bangsanya rabun membaca dan gagap menulis, Taufiq Ismail mengaku punya kesedihan lain yang lebih mendalam. Yakni, kenyataan bahwa kondisi buruk ini disebabkan umat Muslim abai terhadap ayat pertama yang disampaikan Allah kepada manusia. Ayat itu bernada perintah yang sangat jelas.

Bacalah. Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Bacalah. Dan, Tuhanmulah yang Maha Pemurah, yang mengajar manusia dengan pena. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Dalam penafsiran Taufiq Ismail, kata "qolam" dalam ayat tersebut adalah pena yang digunakan manusia untuk menulis apa saja yang bisa meningkatkan ilmu. Sayang, menurut dia, justru orang baratlah yang lebih banyak membaca dan menulis. Dan, kenyataannya, merekalah yang kini memegang kendali peradaban manusia di dunia.

Menurut Ati Taufiq Ismail, pilihan kampung halaman sebagai tempat dibangunnya Rumah Puisi yang akan diresmikan pada 11 Januari mendatang merupakan bukti rasa terima kasih kepada tanah kelahiran. Ya, kampung di seluruh tanah air yang telah lama diabaikan, dijadikan obyek, bahkan pelengkap penderita memang harus dikembalikan harkatnya. Dengan memberi kesempatan anak kampung belajar membaca dan menulis, Taufiq Ismail dan istri berusaha mengembalikan harkat itu, membayar utang mereka kepada tanah kelahiran.

Dan, kalau mau, sesungguhnya bukan hanya Taufiq Ismail yang bisa membangun Rumah Puisi atau apa pun namanya. Kita menunggu orang lain yang peduli, yang akan mengingat orang tentang wajibnya membaca, kewajiban yang sama-sama datang sebagai wahyu ilahi.

http://www.republika.co.id/koran/28/24213.html

Tidak ada komentar: