Sabtu, 03 Januari 2009

GURU BERUBAH VS MENYONGSONG BERKAH SERTIFIKASI KUOTA 2009

GURU BERUBAH VS MENYONGSONG BERKAH SERTIFIKASI KUOTA 2009

Mestinya menjadi profesional adalah idaman setiap guru. Walaupun mereka paham bahwa untuk mencapainya tidak semudah sewaktu mengharapkannya. Terutama ketika mau melangkah, belum apa-apa guru sudah harus berhadapan dengan prosedur standar yang ditetapkan oleh PP 19/2005. Di sini guru dituntut menjadi agen pembelajaran. Guru harus mengimplementasikan empat kompetensi yang wajib, meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial. Untuk membuktikannya, guru membutuhkan sertifikat pendidik sebagai tanda keprofesionalan, yang dapat diraihnya melewati proses sertifikasi guru dalam jabatan dengan cara penilaian portofolio atau pendidikan.
Sejujurnya, semua guru menginginkan sertifikat pendidik itu. Bila mengatakan tidak, ini cuma reaksi cara menanggapi sertifikasi guru dalam jabatan secara tidak seragam. Dan yang melegakan adalah kemauan mayoritas guru untuk berubah secara signifikan seiring dengan kebutuhannya akan sertifikat pendidik itu.
Demi tuntutan dokumen portofolio, mereka mulai menyadari untuk menjadi pengoleksi berbagai berkas bukti fisik kegiatan. Berkas-berkas itu mereka kumpulkan bahkan ada yang melakukannya terlalu gigih, sehingga memunculkan berbagai anekdot selain ekses-ekses yang negatif.
Sejalan dengan itu, para even organizer pun sangat tanggap dengan fenomena tersebut. Iklan demi iklan semiloka, workshop, atau seminar mulai marak ditawarkan. Tema-tema yang diusung cukup bervariasi mulai dari Penelitian Tindakan Kelas, Metode Pembelajaran Inovatif, Pembuatan Media Pembelajaran Alternatif, sampai Penulisan Artikel Pendidikan.
Bahkan ada workshop yang mencoba menawarkan solusi atas kegagalan guru-guru peserta proses sertifikasi menembus passing grade 850 sebagai syarat calon penerima sertifikat pendidik. Yang mengherankan, guru-guru pun bisa tertarik mengikutinya. Padahal untuk mengentaskan para peserta yang gagal sudah disiapkan diklat sepuluh hari sebagai penguatan kompetensi yang akan mampu meningkatkan nilai mereka.
Oleh karena itu, amat disayangkan jika niat baik penyelenggara semiloka, workshop, atau seminar dan sejenisnya hanya diikuti guru sebagai ajang menambah koleksi sertifikat, bukan mencari penguatan kompetensi.
Memang, guru harus menjadi manusia yang lebih baik daripada murid-muridnya. Jika banyak murid hanya menginginkan ijazah, tapi masa bodoh dengan cara memperoleh ilmunya, semoga tidak terjadi pula di kalangan guru. Barangkali kesimpulan ini agak menyakitkan, tetapi bagaimanapun bisa diterima, apabila memang sesungguhnya demikian yang terjadi. Walaupun di sisi lain, bukan demikian yang dimaksudkan oleh peraturan dan perundang-undangan. Sebab, sertifikat apapun namanya, tentunya harus menjadi berkah bagi mereka yang mau berubah.

http://masedlolur.wordpress.com/2008/12/29/guru-berubah-vs-menyongsong-berkah-sertifikasi-kuota-2009/

Tidak ada komentar: