Rabu, 31 Desember 2008

Jabatan

Jabatan

Janganlah kamu menuntut suatu jabatan. Sesungguhnya jika diberi karena ambisimu, maka kamu akan menanggung seluruh bebannya. Tetapi, jika ditugaskan tanpa ambisimu, maka kamu akan ditolong mengatasinya.

Nabi Muhammad SAW

Sangat sulit dewasa ini bekerja tanpa pamrih dan tanpa ambisi. Apalagi jika ada suatu jabatan yang mungkin dapat diraih. Tidak ada suatu peluang yang begitu menarik seperti jabatan. Jabatan merupakan fenomena tata-cara kehidupan birokrasi modern, supaya struktur kerja lebih profesional, mencangkup sangkil dan mangkus efisien dan efektif. Jabatan adalah maqam, suatu tataran pencapaian martabat kejiwaan yang mengejawantah dalam tataran kedudukan di masyarakat.

Hadis riwayat Bukhari dan Muslim yang dikutip di atas, memberi jarak antara jabatan dan ambisi. Jabatan harus tak ada hubungannya dengan ambisi. Walau dalam bentuk pikiran, ambisi akan jabatan tidak dibenarkan. Nah, pikiran yang bersih, inilah soalnya. Pernah diceritakan tentang Imam Al-Ghazali yang sedang jadi imam salat berjamaah, di antaranya bermakmum adiknya, Ahmad. Ketika dua rakaat sedang berlangsung, adiknya memisahkan diri untuk bersalat sendirian. Apa sebabnya? Sang adik melihat darah di tubuh kakaknya, sehingga kakaknya dianggapnya tidak bersih dalam berwudu. Sang kakak memberi keterangan bahwa ia memang teringat buku fikih yang sedang ditulisnya, di antaranya bab tentang haid dan nifas. Dari keterangan sang imam ini kita bisa memetik pelajaran betapa besar peran kebersihan jiwa pada seseorang. Lebih-lebih bila ia telah mencapai tataran seorang imam bagi umatnya.

''Peristiwa darah'' sang imam tidak hanya mencakup karomah yang telah dikaruniakan kepadanya, melainkan juga betapa bersih jiwanya dari ambisi, sehingga apa-apa yang dengan serius dipikirkannya, menjadi kasat mata dalam arti yang harfiah. Itulah makanya, seorang ''suci'' begitu berhati-hati dalam berpikir, berbicara, dan bertindak, sehingga tingkah-lakunya menunjukkan kebersihan jiwanya. Jika tidak demikian, akan goncang rumahtangganya, masyarakatnya, maupun hubungannya dengan Tuhan. Bisa-bisa menimbulkan kerusakan.

By Republika Newsroom
Senin, 21 Juli 2008 pukul 20:35:00
http://www.republika.co.id/berita/919.html

Tak Peduli Halal-Haram

Tak Peduli Halal-Haram


Bakal datang kepada manusia suatu masa, di mana orang tiada peduli akan apa yang diambilnya; apakah dari yang halal ataukah dari yang haram. Nabi Muhammad SAW

Maraknya perilaku yang menghalalkan segala cara untuk memperoleh kekuasaan dan kekayaan dewasa ini apakah merupakan pertanda bahwa zaman yang diisyaratkan Nabi SAW itu sudah datang? Para ustad, guru, dan cendekiawan sudah mensinyalir hadirnya zaman itu dalam khotbah-khotbahnya. Di masjid, di pengajian, di kantor, di sekolah, di ruang diskusi, semua orang membicarakan tentang penghalalan segala cara dalam mencapai cita-cita. Jika memang benar, alangkah berbahayanya zaman ini. Suatu zaman yang tak menentu, yang selalu goyah seperti sedang ditimpa gempa. Kita yang hidup di zaman seperti ini menjadi penuh tanda tanya. Apakah sepak-terjang kita dalam mencari nafkah sehari-harinya sudah terimbas oleh zaman itu pula?

Hadis riwayat Bukhari di atas memperingatkan kita betapa tata nilai telah bergeser sangat cepat yang mengakibatkan kita merespon zaman dengan persepsi yang sangat berbeda. Ketika tangan kita melindungi harta kita sendiri, bisa jadi tangan kita itu tiba-tiba ditepiskan tangan orang lain yang ingin merebut kekayaan kita itu. Rupanya batas-batas kekayaan kita dengan kekayaan orang lain sudah dianggap kabur. Jika kita tak mampu membedakan lagi barang halal dengan barang haram, sesungguhnya dunia kita sudah ''kiamat''. Lalu kepada siapa masyarakat mengadu untuk menuntut keadilan, kemakmuran, kebenaran? Mampukah masyarakat menolong dirinya sendiri untuk melindungi kekayaannya?

Agaknya perjuangan para ustad, guru, dan cendekiawan dewasa ini sudah bergeser ke arah penegakan akhlak. Tegaknya akhlak yang baik mampu menerbitkan keadilan, kemakmuran, dan kebenaran. Ketiga martabat kearifan yang diperjuangkan manusia berabad-abad lamanya atas sesamanya itu sungguh selaras dengan kehendak Tuhan.

Sebuah kisah diceritakan dalam buku Kasyful Mahjub karya Ali ibn Utsman Al-Hujwiri tentang Abu Halim Habib bin Salim Al-Ra'i, seorang sufi sahabat Salman Al-Farisi. Ia bisa menjinakkan segerombolan serigala yang sebenarnya meneteskan air liur ketika melihat biri-birinya yang ia gembalakan di tepi Sungai Eufrat. Ia juga mampu memancurkan air susu dan air madu dari sebongkah batu yang ia suguhkan bagi tamunya. Menurut sang sufi, hal itu mampu dikerjakannya karena hasratnya selaras dengan kehendak Allah dan taat kepada Rasulullah Muhammad SAW. Ketika seorang sheikh memintanya memberi wejangan, Al-Ra'i berkata: ''Jangan jadikan hatimu keranjang keinginan hawa nafsu dan perutmu periuk barang-barang haram.'' (ah)

By Danarto
Minggu, 07 September 2008 pukul 12:03:00
http://www.republika.co.id/berita/1762.html

Selasa, 30 Desember 2008

BHP AMANATKAN PENDIDIKAN MURAH

BHP AMANATKAN PENDIDIKAN MURAH

By admin | December 31, 2008 | 3 Kali di baca

Menanggapi maraknya penolakan terhadap pengesahan Badan Hukum Pendidikan (BHP), Konsultan BHP Depdiknas Prof Dr Johanes Gunawan mengungkapkan masyarakat tampak belum memahami roh BHP. “Mereka menganggap, antara BHMN dengan BHP itu sama. Padahal BHMN dan BHP itu sangat berbeda, khususnya dalam aspek pengaturan pendanaan,” kata Johanes Gunawan.
Johanes Gunawan menyampaikan hal itu saat menjadi pembicara dalam acara workshop Manajemen Perguruan Tinggi bagi Pimpinan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri (PTAIN) di Hotel UIN Sunan Kalijaga Senin (29/12).

Johanes menjelaskan dalam BHMN masih ada aspek-aspek komersialisasi pendidikan dan swastanisasi perguruan tinggi. Sehingga, mengakibatkan beban biaya kuliah yang harus ditanggung mahasiswa menjadi tinggi. Sedangkan BHP dirancang justeru untuk menghilangkan kesulitan-kesulitan yang selama ini ada di lembaga pendidikan.
“Dengan adanya BHP justeru pendidikan tak mungkin lagi mahal,” terangnya di hadapan rektor UIN, IAIN dan Ketua STAIN se-Indonesia tersebut.
Tak hanya itu, BHP juga melindungi karakter perguruan tinggi yang sebaiknya memiliki otonomi keilmuan, kebebasan akademik, dan steril dari kepentingan politik. Selain mengatur tentang pendidikan tinggi, BHP juga mengatur tentang pendidikan dasar dan menengah, yang memiliki akreditasi A dan telah memiliki standar nasional pendidikan.
“Sekolah dasar dan menengah yang belum memenuhi persyaratan, tetap dikelola dengan sistem biasa, apa adanya. Namun, untuk sekolah yang baru didirikan ia harus memenuhi syarat untuk mencapai BHP. Paling tidak memenuhi akreditasi A dan memenuhi standar pendidikan nasional,” tuturnya.
UU BHP memiliki 14 Bab dengan terdiri dari 16 Pasal. BHP mengamatkan pendanaa beban yang ditanggung pemerintah sedikitnya 50 persen dari biaya operasional perguruan tinggi. Sementara beban mahasiswa paling banyak 1/3 atau 33,33 persen dari biaya operasional.
“Bisa jadi beban mahasiswa bisa 0 persen, tergantung dari kemampuan keuangan mahasiswa. Namun, jika ada perguruan yang melanggar pasal 41 ayat 8. Maka, lembaga tersebut akan dikenai sanksi administrasi,” jelasnya. (cw1)

http://jogjainfo.net/bhp-amanatkan-pendidikan-murah.html

Senin, 15 Desember 2008

Menyongsong Implementasi Sertifikasi Kepala Sekolah

Menyongsong Implementasi Sertifikasi Kepala Sekolah

Seminar nasional ”Menyongsong Implementasi Sertifikasi Kepala Sekolah” yang diselenggarakan Manajemen Pendidikan PPS Universitas Negeri Malang (UM) pada tanggal 15 Desember 2008 di Aula Utama UM.

”Ada lima kompetensi yang harus dimiliki kepala sekolah sesuai dengan Permendiknas No. 13 Tahun 2007, yakni: kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi dan sosial. Oleh karena itu kepala sekolah sekarang harus memiliki tuntutan profesionalisme. Demikian dikatakan Prof. Dr. Ibrahim Bafadal, M.Pd sebagai keynote speaker pada seminar nasional ”Menyongsong Implementasi Sertifikasi Kepala Sekolah” yang diselenggarakan Manajemen Pendidikan PPS Universitas Negeri Malang (UM) pada tanggal 15 Desember 2008 di Aula Utama UM.

Ketua Prodi MPD PPS UM ini menjelaskan, ”kepemimpinan dan manajemen kepala sekolah akan berpengaruh kepada produktivitas sekolah, budaya organisasi dan kualitas kinerja guru. Kualifikasi akademik kepala sekolah mencakup kualifikasi umum dan kualifikasi khusus. Sedangkan sertifikasicalon kepala sekolah meliputi: (1) penetapan formasi kepala sekolah, (2) rekrutmen calon kepala sekolah, (3) seleksi calon kepala sekolah, (4) pendidikan dan pelatihan calon kepala sekolah, (5) uji kompetensi calon kepala sekolah, dan (6) uji akseptabilitas calon kepala sekolah,” ujar mantan Ketua Lemlit UM ini.

Seminar ini dihadiri 400 peserta terdiri dari kepala dinas, kepala sekolah, calon kepala sekolah dan guru dari berbagai daerah di Indonesia, seperti: Bima, Padang, Belu, Riau, se-Jawa Timur. Tujuan diselenggarakan seminar ini menurut Dr. Marthin Paly, M.Psi saat menyampaikan sambutan adalah untuk mensosialisasikan Kepmendiknas No. 13 tahun 2007 mengenai Standar Kepala Sekolah/Madrasah, mempersiapkan peserta untuk mengikuti sertifikasi kepala sekolah sebagaimana diamanatkan dalam Kepmendiknas, dan mendiskusikan hambatan, tantangan, dan peluang kepala sekolah untuk mencapai kinerja yang optimal dan profesional.

Pembicara seminar nasional terdiri dari Prof. Dr. Ibrahim Bafadal, M.Pd (Ketua Pokja Penyusunan Standar Pengembangan Mutu Kepala Sekolah) materi: Sertifikasi Kepala Sekolah dan Profesionalisme Kepala Sekolah, Dr. H. Rasiyo, M.Si (Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jatim) materi: Kebijakan Dinas Pendidikan Propinsi Jatim tentang Peningkatan Profesionalisme Kepala Sekolah, dan Dr. Imron Arifin, M.Pd (Praktisi Manajemen Sekolah) materi: Standarisasi Kinerja Kepala Sekolah yang Profesional. (Zul)

Prof. Dr. Ibrahim Bafadal, M.Pd: ”Tuntutan Profesionalisme Kepala Sekolah”
http://www.um.ac.id/news-87.htm

Minggu, 14 Desember 2008

Tiga criteria perilaku abnormal

Tiga criteria perilaku abnormal

Dalam pandangan psikologi, untuk menjelaskan apakah seorang individu menunjukkan perilaku abnormal dapat dilihat dari tiga kriteria berikut:

1. Kriteria Statistik
Seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila menunjukkan karakteristik perilaku yang yang tidak lazim alias menyimpang secara signifikan dari rata-rata, Dilihat dalam kurve distribusi normal (kurve Bell), jika seorang individu yang menunjukkan karakteristik perilaku berada pada wilayah ekstrem kiri (-) maupun kanan (+), melampaui nilai dua simpangan baku, bisa digolongkan ke dalam perilaku abnormal.

2. Kriteria Norma
Perilaku individu banyak ditentukan oleh norma-norma yang berlaku di masyarakat, - ekspektasi kultural tentang benar-salah suatu tindakan, yang bersumber dari ajaran agama maupun kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakat -, misalkan dalam berpakaian, berbicara, bergaul, dan berbagai kehidupan lainnya. Apabila seorang individu kerapkali menunjukkan perilaku yang melanggar terhadap aturan tak tertulis ini bisa dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal.

3. Kriteria Patologis
Seorang individu dikatakan berperilaku abnormal apabila berdasarkan pertimbangan dan pemeriksaan psikologis dari ahli menunjukkan adanya kelainan atau gangguan mental (mental disorder), seperti: psikophat, psikotik, skizoprenia, psikoneurotik dan berbagai bentuk kelainan psikologis lainnya.

Kriteria yang pertama (statististik) dan kedua (norma) pada dasarnya bisa dideteksi oleh orang awam, tetapi kriteria yang ketiga (patologis) hanya bisa dilakukan oleh orang yang benar-benar memiliki keahlian di bidangnya, misalnya oleh psikolog atau psikiater.

Ketiga kriteria tersebut tidak selamanya berjalan paralel sehingga untuk menentukan apakah seseorang individu berperilaku abnormal atau tidak seringkali menjadi kontroversi. Misalkan, seorang yang melakukan kehidupan sex bebas. Di Indonesia, perilaku sex bebas bisa dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal, karena tidak sesuai dengan norma-norma dan nilai-nilai yang disepakati dan juga tidak dilakukan oleh sebagian besar masyarakat Indonesia, tetapi di Swedia dan beberapa negara Barat lainnya bisa dianggap sebagai bentuk perilaku normal, karena masyarakat di sana mengijinkannya (permisif) dan sebagian besar masyarakat di sana melakukan tindakan sex bebas. Sementara, menurut kriteria patologis pun mungkin saja tidak akan dianggap sebagai bentuk perilaku abnormal selama yang bersangkutan masih mampu menunjukkan orientasi dan objek sexual yang normal alias tidak mengalami psikosexual neurosis.

Bagaimana dengan perilaku korupsi di Indonesia? Silahkan saja berikan komentar Anda!

Diterbitkan 15 Nopember 2008 psikologi pendidikan
Tags: abnormal, artikel, berita, makalah, opini, psikologi, psikologi pendidikan, umum
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/11/15/tiga-kriteria-perilaku-abnormal/

Prinsip-prinsip Pengembangan kurikulum

Prinsip-prinsip Pengembangan kurikulum

Pengembangan kurikulum adalah istilah yang komprehensif, didalamnya mencakup: perencanaan, penerapan dan evaluasi. Perencanaan kurikulum adalah langkah awal membangun kurikulum ketika pekerja kurikulum membuat keputusan dan mengambil tindakan untuk menghasilkan perencanaan yang akan digunakan oleh guru dan peserta didik. Penerapan Kurikulum atau biasa disebut juga implementasi kurikulum berusaha mentransfer perencanaan kurikulum ke dalam tindakan operasional. Evaluasi kurikulum merupakan tahap akhir dari pengembangan kurikulum untuk menentukan seberapa besar hasil-hasil pembelajaran, tingkat ketercapaian program-program yang telah direncanakan, dan hasil-hasil kurikulum itu sendiri. Dalam pengembangan kurikulum, tidak hanya melibatkan orang yang terkait langsung dengan dunia pendidikan saja, namun di dalamnya melibatkan banyak orang, seperti : politikus, pengusaha, orang tua peserta didik, serta unsur – unsur masyarakat lainnya yang merasa berkepentingan dengan pendidikan.

Prinsip-prinsip yang akan digunakan dalam kegiatan pengembangan kurikulum pada dasarnya merupakan kaidah-kaidah atau hukum yang akan menjiwai suatu kurikulum. Dalam pengembangan kurikulum, dapat menggunakan prinsip-prinsip yang telah berkembang dalam kehidupan sehari-hari atau justru menciptakan sendiri prinsip-prinsip baru. Oleh karena itu, dalam implementasi kurikulum di suatu lembaga pendidikan sangat mungkin terjadi penggunaan prinsip-prinsip yang berbeda dengan kurikulum yang digunakan di lembaga pendidikan lainnya, sehingga akan ditemukan banyak sekali prinsip-prinsip yang digunakan dalam suatu pengembangan kurikulum.

Dalam hal ini, Nana Syaodih Sukmadinata (1997) mengetengahkan prinsip-prinsip pengembangan kurikulum yang dibagi ke dalam dua kelompok : (1) prinsip - prinsip umum : relevansi, fleksibilitas, kontinuitas, praktis, dan efektivitas; (2) prinsip-prinsip khusus : prinsip berkenaan dengan tujuan pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan isi pendidikan, prinsip berkenaan dengan pemilihan proses belajar mengajar, prinsip berkenaan dengan pemilihan media dan alat pelajaran, dan prinsip berkenaan dengan pemilihan kegiatan penilaian. Sedangkan Asep Herry Hernawan dkk (2002) mengemukakan lima prinsip dalam pengembangan kurikulum, yaitu :

1. Prinsip relevansi; secara internal bahwa kurikulum memiliki relevansi di antara komponen-komponen kurikulum (tujuan, bahan, strategi, organisasi dan evaluasi). Sedangkan secara eksternal bahwa komponen-komponen tersebutmemiliki relevansi dengan tuntutan ilmu pengetahuan dan teknologi (relevansi epistomologis), tuntutan dan potensi peserta didik (relevansi psikologis) serta tuntutan dan kebutuhan perkembangan masyarakat (relevansi sosilogis).

2. Prinsip fleksibilitas; dalam pengembangan kurikulum mengusahakan agar yang dihasilkan memiliki sifat luwes, lentur dan fleksibel dalam pelaksanaannya, memungkinkan terjadinya penyesuaian-penyesuaian berdasarkan situasi dan kondisi tempat dan waktu yang selalu berkembang, serta kemampuan dan latar bekang peserta didik.

3. Prinsip kontinuitas; yakni adanya kesinambungandalam kurikulum, baik secara vertikal, maupun secara horizontal. Pengalaman-pengalaman belajar yang disediakan kurikulum harus memperhatikan kesinambungan, baik yang di dalam tingkat kelas, antar jenjang pendidikan, maupun antara jenjang pendidikan dengan jenis pekerjaan.

4. Prinsip efisiensi; yakni mengusahakan agar dalam pengembangan kurikulum dapat mendayagunakan waktu, biaya, dan sumber-sumber lain yang ada secara optimal, cermat dan tepat sehingga hasilnya memadai.

5. Prinsip efektivitas; yakni mengusahakan agar kegiatan pengembangan kurikulum mencapai tujuan tanpa kegiatan yang mubazir, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Terkait dengan pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, terdapat sejumlah prinsip-prinsip yang harus dipenuhi, yaitu :

1.Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya. Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Untuk mendukung pencapaian tujuan tersebut pengembangan kompetensi peserta didik disesuaikan dengan potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik serta tuntutan lingkungan.

2.Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan keragaman karakteristik peserta didik, kondisi daerah, dan jenjang serta jenis pendidikan, tanpa membedakan agama, suku, budaya dan adat istiadat, serta status sosial ekonomi dan gender. Kurikulum meliputi substansi komponen muatan wajib kurikulum, muatan lokal, dan pengembangan diri secara terpadu, serta disusun dalam keterkaitan dan kesinambungan yang bermakna dan tepat antarsubstansi.

3.Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni. Kurikulum dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni.

4.Relevan dengan kebutuhan kehidupan. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan (stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan, termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja. Oleh karena itu, pengembangan keterampilan pribadi, keterampilan berpikir, keterampilan sosial, keterampilan akademik, dan keterampilan vokasional merupakan keniscayaan.

5.Menyeluruh dan berkesinambungan. Substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi, bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara berkesinambungan antarsemua jenjang pendidikan.

6.Belajar sepanjang hayat. Kurikulum diarahkan kepada proses pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung sepanjang hayat. Kurikulum mencerminkan keterkaitan antara unsur-unsur pendidikan formal, nonformal dan informal, dengan memperhatikan kondisi dan tuntutan lingkungan yang selalu berkembang serta arah pengembangan manusia seutuhnya.

7.Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah. Kurikulum dikembangkan dengan memperhatikan kepentingan nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Kepentingan nasional dan kepentingan daerah harus saling mengisi dan memberdayakan sejalan dengan motto Bhineka Tunggal Ika dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pemenuhan prinsip-prinsip di atas itulah yang membedakan antara penerapan satu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan dengan kurikulum sebelumnya, yang justru tampaknya sering kali terabaikan. Karena prinsip-prinsip itu boleh dikatakan sebagai ruh atau jiwanya kurikulum

Dalam mensikapi suatu perubahan kurikulum, banyak orang lebih terfokus hanya pada pemenuhan struktur kurikulum sebagai jasad dari kurikulum . Padahal jauh lebih penting adalah perubahan kutural (perilaku) guna memenuhi prinsip-prinsip khusus yang terkandung dalam pengembangan kurikulum.

Diterbitkan 31 Januari 2008 kurikulum dan pembelajaran
Tags: artikel, berita, KTSP, makalah, opini, pendidikan, umum
Oleh : Akhmad Sudrajat, M.Pd.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/01/31/prinsip-pengembangan-kurikulum/

Kamis, 11 Desember 2008

KREATIVITAS MENULIS

Kreativitas Menulis
Kenapa Guru Takut PTK? Mencari Sosok Guru Ideal →
22 Agustus 2008 • No Comments

KREATIVITAS MENULIS

Mengapa banyak orang tidak sanggup untuk menulis? Jawabnya mudah saja. Karena keterampilan ini hanya bisa muncul kalau kita banyak membaca buku dan menjadi pendengar yang baik. Menulis dan membaca adalah satu kesatuan utuh. ”Itu sudah hukumnya”, kata Mas Hernowo penulis buku best seller “Mengubah Sekolah”. Artinya, membaca dan menulis merupakan satu kesatuan yang tidak dapat terpisahkan,. saling memberi dan menerima (take and give).
Pepatah mengatakan menulis itu ibarat pisau yang tajam. Bila tidak terus diasah, akan mengakibatkan pisau menjadi tumpul dan berkarat. Sama halnya dengan menulis. Bila seseorang sudah terbiasa menulis, maka tulisannya akan tajam menganalis kejadian-kejadian yang terjadi di sekitarnya. Namun, bila seseorang tidak terbiasa menulis maka tulisannya kurang bermakna. Tumpul dan tak mengena di hati para pembacanya.
Menulis adalah sebuah kreativitas yang harus dikuasai. Walaupun untuk mencapai itu harus melalui proses yang cukup panjang. Tidak sekali jadi. Semua berproses, melalui latihan dan latihan sambil langsung praktek sehingga tulisan yang dibuat menjadi bermakna bagi yang membacanya.
Namun sangat disayangkan, menulis kurang tergarap dengan baik pada pelajaran bahasa Indonesia di beberapa sekolah. Kenyataan di lapangan masih banyak peserta didik yang tidak bisa menulis, baik dari tingkat SD sampai SMA. Mereka serasa tak memiliki kreativitas untuk menulis. Padahal, menulis adalah kreativitas yang dapat dimunculkan.
Conny Semiawan pakar kreativitas dari UNJ mengatakan, diperlukan sebuah kreativitas untuk menulis yang enak dibaca dan bermanfaat. Kreativitas muncul, bila terus didorong melalui berbagai latihan, termasuk latihan menulis. Sayangnya, budaya menulis belum menjadi primadona di sekolah kita. Masih banyak peserta didik kita yang tak mampu untuk menulis. Bahkan menuliskan ide atau gagasannya sendiri. Perlu dicari solusi memecahkan masalah ini. Anak didik di sekolah kita harus pandai menulis. Para guru ditantang untuk menemukan metode baru dalam mengembangkan kreativitas menulis.
Kunci untuk dapat menulis adalah memiliki perasaan senang dan banyak membaca buku serta menjadi pendengar yang baik. Anak harus diarahkan dulu agar senang membaca buku. Bila perasaan senang sudah muncul, maka akan muncullah potensi kreativitas siswa. Demikian juga bila guru ingin anak didiknya pandai menulis, maka guru itu harus memulainya dari dirinya dulu. Guru akan merasakan bagaimana sulitnya memulai menulis. Bila menulis sudah sering dilakukan oleh para guru itu sendiri, maka guru akan merasakan nikmatnya menulis. Mengapa? Dengan makin sering menulis, guru akan dapat membuat sendiri bahan atau materi pembelajaran yang akan diajarkan kepada anak didiknya. Guru akan menguasai materi pelajarannya jika menulis. Bila tulisannya bagus, bermakna, dan sudah banyak, maka akan dapat menjadi sebuah buku pelajaran yang layak untuk dicetak dan dibaca oleh para peserta didiknya. Itulah contoh konkrit sebuah kreativitas menulis. Apalagi dengan adanya program Depdiknas yang menginginkan para guru agar dapat mengirimkan karya tulisnya dalam program buku elektronik yang dapat dilihat melalui http://depdiknas.go.id .
Karena itu budayakan kebiasaan menulis di sekolah kita dari sekarang. Ajaklah anak didik kita untuk juga ikut menulis. Bila budaya menulis sudah tumbuh diantara guru dan anak didiknya, maka akan meningkatkan kualitas pembelajaran yang ada di sekolah. Kreativitas akan muncul dari proses menulis itu. Akan terlihat mana guru yang kreatif, dan mana yang tidak dari proses menulis itu. Segeralah menulis buku!
Begitupun dengan peserta didik kita. Akan ketahuan mana anak yang terbiasa menulis, dan mana yang tidak terbiasa menulis. Anak harus didorong untuk dapat memunculkan kreativitas menulis. Potensi menulis mereka akan muncul bila sudah terbiasa menulis. Menulislah dari hal-hal yang ringan terlebih dahulu, misalnya menulis dalam buku harian atau diary.
Menulis dapat membangun kreativitas anak. Menulis dapat mendidik anak kita menciptakan sesuatu. Menciptakan buah pemikiran yang ada dalam otak peserta didik yang memunculkan ide-ide cemerlang. Menelurkan ide atau gagasan ke dalam bentuk tulisan bukanlah pekerjaan mudah. Dibutuhkan sebuah pembelajaran kreatif agar proses kreatif menulis itu muncul. Guru dan orang tua harus mampu mendorong anak-anaknya agar mampu mengembangkan kecakapan kreatif melalui menulis.
Guru di sekolah harus dapat menciptakan pembelajaran yang kreatif, agar menulis menjadi pelajaran yang disukai oleh anak. Senang dan gembira harus dimunculkan dalam proses pembelajaran yang kreatif. Selain itu kemampuan mendengarkan yang masih lemah perlu diperhatikan juga oleh guru. Guru harus pandai menarik perhatian siswa.
Pembelajaran yang kreatif adalah pembelajaran yang mampu mendorong kreativitas dan memunculkan potensi siswa. Perlu terobosan baru dari guru-guru di sekolah untuk memunculkan kreativitas menulis. Untuk itu, para guru ditantang untuk mampu menciptakan proses pembelajaran yang bisa mengelaborasi antara materi pelajaran teori dan praktik secara menarik. Misalnya dalam pembelajaran internet, siswa diarahkan untuk dapat menulis di blog atau website pribadinya masing-masing. Bisa juga dimunculkan tulisan siswa dalam majalah sekolah atau majalah dinding.
Kesempatan mengembangkan pembelajaran yang lebih kreatif itu sebenarnya cukup terbuka, apalagi dengan penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang memberikan otonomi pendidikan pada sekolah masing-masing. Karena itu sekolah dan guru harus mampu memanfaatkan potensi mereka untuk menemukan cara mengajar yang demokratis dan mampu menggali potensi diri setiap peserta didik.
Sekarang ini belajar di kelas tidak bisa lagi satu arah. Justru guru yang harus berkreasi bagaimana materi pelajaran yang disampaikannya bisa dipahami secara baik oleh siswa. Oleh karena itu mari memulainya dengan cara belajar menulis. Menulis adalah sebuah kreativitas yang dapat dimunculkan oleh guru dalam mentransfer ilmunya. Semoga dari kebiasaan menulis, dapat memunculkan kreativitas dan potensi siswa.

Wijaya Kusumah, S.Pd
Guru TIK SMP Labschool Jakarta
Hp. 0815 915 5515
http://wijayalabs.wordpress.com
http://wijayalabs.blogdetik.com/2008/08/22/kreativitas-menulis/

Sekolah Kreatif

Keberhasilan Sekolah Menerapkan MBS

Pengembangan sekolah di masa depan akan mengarah pada bentuk-bentuk sekolah kreatif. Yaitu, sekolah yang tidak menerapkan metode pengajaran konvesional untuk memberi pengetahuan pada anak melainkan menerapkan metode edutainment (belajar sambil bermain)

Dengan metode ini anak tidak akan difokuskan pada pelajaran-pelajaran yang menjurus ke penghitungan seperti matematika dan science yang mengandalkan otak kiri. Namun, mereka akan dituntun untuk lebih mengembangkan bakat yang menggerakkan otak kannya seperti bahasa dan seni. Sehingga suasana belajar akan terjalin lebih hidup, akrab, dan menyenangkan untuk anak.

Jadi, kalau ingin kedepan tetap eksis, maka semua sekolah seharusnya berubah menjadi sekolah kreatif. Sekolah itu proses pembelajaran berpusat pada murid, bukan pada guru, sehingga tidak ada lagi murid yang hanya menerima pelajaran guru, amun mereka turut mengembangkan pelajaran tersebut.

Tips Belajar Efektif »
Sekolah Kreatif adalah Sekolah Masa Depan
Ditulis oleh marsaja di/pada Maret 31, 2008
(Sumber : Klinik Pendidikan JP-Unesa)
http://marsaja.wordpress.com/2008/03/31/sekolah-kreatif-adalah-sekolah-masa-depan/

Rabu, 10 Desember 2008

MENJADI PENDIDIK YANG KONSISTEN

MENJADI PENDIDIK YANG KONSISTEN
Rabu, 19 November 2008 19:12

Dalam mengajar seringkali seorang guru akan merasakan kesulitan untuk menerapkan pola pengajaran dan pemberian konsekuensi secara konsisten terhadap anak didiknya. Para guru muda cenderung bersikap sangat lunak dalam menerapkan peraturan kepada para muridnya dan guru yang telah lama berpengalaman cenderung untuk memberi berbagai macam hukuman terhadap anak didik yang tidak mengikuti peraturannya.

Anak-anak selalu senang menguji batasan-batasan peraturan yang kita buat di kelas. Hal ini ada di semua jenjang pendidikan dan semua tipe kelas: TK, SD, SMP dan SMA. Kelas dengan jumlah murid sedikit (20-an anak) atau kelas dengan jumlah siswa banyak (40-an anak). Semua itu memberikan tantangan tersendiri buat para guru untuk dapat menentukan tindakan dan konsekuensi yang tepat kepada mereka.

Penerapan undang-undang anti kekerasan pada anak-anak mengharuskan para guru untuk bersikap lebih hati-hati terhadap pemberian konsekuensi terhadap satu pelanggaran peraturan kelas. Akan tetapi, hal tersebut bukanlah satu penghalang bagi para guru untuk tetap menjalankan disiplin kelasnya. Banyak pola pemberian konsekuensi dari peraturan kelas yang tidak mengarah kepada pemberian hukuman fisik. Yang perlu disikapi adalah guru dapat menemukan cara terbaik dalam pemberian konsekuensi perilaku negatif siswa dengan tetap menekankan kepada pendidikan moral dan budi pekerti mereka.

Banyak cara yang dapat di terapkan dalam pemberian konsekuensi terhadap prilaku negatif siswa. Pemberian tugas seperti menulis essay, mewarnai gambar, mengisi teka-teki pengetahuan umum, membaca encyclopedia dan lain sebagainya akan menjadi solusi terbaik dalam pemberian konsekuensi kepada siswa yang kebetulan melanggar peraturan kelas. Tujuan dari semua itu tetap sama yaitu membantu siswa untuk membangun penguasaan diri dengan menjalankan peraturan secara konsisten. Oleh karena itu sangat diharapkan bahwa para guru juga bisa konsisten terhapap hal itu.
Temanku yang seorang guru di sebuah Taman Kanak-Kanak di kotaku bercerita tentang satu pengalamannya tahun lalu. Ada seorang anak di kelasnya yang bernama Nelson. Anak blasteran Australia dan Bali ini adalah seorang anak yang aktif dan punya rasa penasaran yang besar terhadap apapun yang sedang dikerjakannya. Kata temanku, Nelson kadangkala banyak bertanya akan satu hal yang terkadang membuatnya kewalahan untuk menjawab. Nelson selalu dapat menerima jika kita menjelaskan segala sesuatu secara logika. Dia juga cukup berani mengakui kesalahannya. Sangat menyenangkan mempunyai siswa seperti Nelson.

Suatu hari, saat pelajaran Science, gurunya menjelaskan tentang benda hidup dan benda mati. Setelah menjelaskan panjang lebar tentang topik bahasan tersebut, guru science itu memberi instruksi untuk melihat dan mencari benda-benda yang termasuk benda mati dari berbagai macam benda dan gambar yang ada di dalam kelas. Semua anak segera menyebar ke seluruh sudut kelas untuk mengklaim satu gambar atau benda. Kemudian mereka akan bertanya-jawab dengan guru science untuk pembahasannya.
Adapun Nelson, dia tidak mau seperti teman-temannya. Menunjuk gambar yang ada di dinding kelas sangat biasa baginya. Mulailah dia memanjat satu kursi untuk meraih sebuah kotak berisikan biji-bijian yang ditaruh di atas lemari kelas. Karena tubuhnya belum cukup tinggi mengakibatkannya untuk berjinjit. Beberapa temannya bersorak memberinya semangat. Nelson tambah semangat. Sang bu guru yang sedang membantu anak-anak lain, menoleh dan terlambat untuk bertindak. Kotak biji-bijian itu tumpah ruah dengan bebasnya ke lantai kelas. Suara bu guru mengejutkan anak-anak dan mereka serentak terdiam. Dengan menahan amarah karena melihat kelas yang berantakan seperti kapal pecah, bu guru mendekati Nelson.

Anak itu cepat memberi penjelasan dari tindakannya. Terlihat sekali kalau dia sangat menyadari kesalahannya. Dia berkata bahwa dia ingin menunjukkan sesuatu yang beda dari teman-temannya. Sang ibu guru sangat sadar bahwa Nelson adalah salah satu anak pintar yang selalu berusaha menjadi yang terbaik. Sudah sepantasnyalah dia mendapat penghargaan atas usahanya itu.

Namun bagaimanapun juga Nelson telah membuat kelas menjadi berantakan dan terlebih lagi yang dikhawatirkan oleh temanku adalah, bagaiman jika Nelson terjatuh dan terluka? Temanku itu sudah dapat membayangkan bagaimana marahnya orangtua Nelson nantinya dan pastinya dia akan di anggap lalai dalam memperhatikan anak-anak.
Akhirnya temanku tetap memberi konsekuensi atas tindakan Nelson tersebut. Mau tahu apa yang di lakukan oleh sang ibu guru? Dia hanya bilang pada Nelson bahwa hari itu dia tidak bisa bermain seperti biasa dan harus membereskan semua biji-bijian tersebut serta mengaturnya kembali sesuai tempatnya.

Demikianlah, akhirnya Nelson tetap melaksanakan konsekuensi yang di tetapkan oleh guru akan tindakannya yang membuat kelas berantakan. Menurut temanku, Nelson tidak merasa tertekan dengan hal tersebut. Jadi banyak tindakan yang dapat kita lakukan pada anak didik tanpa membuat mereka takut dan tertekan dan kita sebagai guru juga telah menunjukkan konsistensi kita dengan cukup adil. (Eka Yudantini / muda-fashion.com)

http://www.muda-fashion.com/teacher-corner/89-menjadi-pendidik-yang-konsisten.html

Minggu, 07 Desember 2008

13 ciri-ciri sekolah bermutu

13 ciri-ciri sekolah bermutu

Merujuk pada pemikiran Edward Sallis, Sudarwan Danim (2006) mengidentifikasi 13 ciri-ciri sekolah bermutu, yaitu:

1.Sekolah berfokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun eksternal.
2.Sekolah berfokus pada upaya untuk mencegah masalah yang muncul , dengan komitmen untuk bekerja secara benar dari awal.
3.Sekolah memiliki investasi pada sumber daya manusianya, sehingga terhindar dari berbagai “kerusakan psikologis” yang sangat sulit memperbaikinya..
4.Sekolah memiliki strategi untuk mencapai kualitas, baik di tingkat pimpinan, tenaga akademik, maupun tenaga administratif.
5.sekolah mengelola atau memperlakukan keluhan sebagai umpan balik untuk mencapai kualitas dan memposisikan kesalahan sebagai instrumen untuk berbuat benar pada masa berikutnya
6.Sekolah memiliki kebijakan dalam perencanaan untuk mencapai kualitas, baik untuk jangka pendek, jangka menengah maupun jangka panjang.
7.Sekolah mengupayakan proses perbaikan dengan melibatkan semua orang sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawabnya.
8.Sekolah mendorong orang dipandang memiliki kreativitas, mampu menciptakan kualitas dan merangsang yang lainnya agar dapat bekerja secara berkualitas.
9.Sekolah memperjelas peran dan tanggung jawab setiap orang, termasuk kejelasan arah kerja secara vertikal dan horozontal.
10.Sekolah memiliki strategi dan kriteria evaluasi yang jelas.
11.Sekolah memnadang atau menempatkan kualitas yang telah dicapai sebagai jalan untuk untuk memperbaiki kualitas layanan lebih lanjut.
12.Sekolah memandang kualitas sebagai bagian integral dari budaya kerja.
13.Sekolah menempatkan peningkatan kualitas secara terus menerus sebagai suatu keharusan

Sumber:
Sudarwan Danim. 2006. Visi Baru Manajemen Sekolah: Dari Unit Birokrasi ke Lembaga Akademik. Jakarta: Bumi Aksara

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2008/10/08/13-ciri-ciri-sekolah-bermutu/

IQ Tinggi belum Tentu Sukses Bermasyarakat

IQ Tinggi belum Tentu Sukses Bermasyarakat

JAKARTA -- Anak yang memiliki IQ tinggi belum tentu sukses dalam bekerja atau bermasyarakat karena potensi manusia sangat beragam dalam berbagai bidang dan berbagai taraf inteligensia. Guru Besar Pasca-Sarjana Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Prof Dr Conny R. Semiawan mengungkapkan hal itu dalam pidato ilmiah pada acara wisuda sarjana S-1 Sekolah Tinggi Bahasa Asing (STIBA)-IEC 2008 di Panti Prajurit, Balai Sudirman, Jakarta, Rabu.

"Taraf inteligensia anak terbentuk dalam berbagai kondisi sosial, ekonomi, budaya serta alam biologis yang berbeda dan harus dipenuhi kebutuhannya agar pembinaan yang terjadi sesuai taraf perkembangannya," kata Conny dalam pidato berjudul "Mengembangkan Potensi diri: Menemukan 'Genius' Dalam Diri Anak" yang dibacakan putrinya Kutilang Semiawan.

Meski demikian, kata Conny, sifat dan pembawaan anak menyerap emosi dan seluruh citra kemanusiaan dari diri orang tuanya, terutama dari ibunya. "Martabat manusia menuntut kemerdekaan dan kesamaan, dua ciri yang terkait satu dengan lainnya dan bermuara pada suasana demokratis di rumah dan di masyarakat pada umumnya," kata Conny yang juga pakar pendidikan.

Di hadapan 175 wisudawan yang mengikuti acara itu, ia menjelaskan bahwa pendidikan yang bermula dari rumah merupakan pengertian tentang arti tujuan hidup serta penemuan suatu cara hidup yang benar dan secara asasi sama bagi seluruh umat manusia, terutama bagi masyarakat Indonesia yang menghadapi era reformasi.

"Temuan cara hidup ini terkait dengan mendidik yang mengacu pada peluang untuk menemukan potensi kreatifnya," tutur Kutiliang, sarjana psikologi yang menyebutkan orangtuanya sedang sakit sehingga ia mewakilinya.

Sebelumnya, Pembantu Ketua (Puket) I, J.S. Marsudi, M.Hum mewakili Ketua STIBA-IEC Prof. Dr. Asim Gunarwan mengatakan, sejak perguruan tinggi yang berakreditasi B itu berdiri pada 2001, belum ada lulusannya yang tidak bekerja, malah banyak yang mampu menciptakan lapangan kerja.

"Salah satu persyaratan saringan kesarjanaan mereka, selain setelah menempuh jumlah kredit yang sudah ditetapkan, harus membuat tugas akhir berupa karya tulis dalam bahasa Inggris dan mempresentasikannya di depan dewan penguji," kata Marsudi.

Ketua Panitia Wisuda Ansharullah, MAg menjelaskan, wisuda STIBA-IEC diadakan untuk kedua kalinya setelah yang pertama pada 2006 diikuti 70 wisudawan. "Kini meningkat lebih dari dua kali lipat, sehingga menunjukkan adanya indikator peningkatan penyelenggaraan pendidikan di kampus STIBA-IEC. Ini semua terjadi karena kerja sama yang baik antara Yayasan Sura Mandiri sebagai payung STIBA-IEC dengan berbagai pihak termasuk dengan direktorat Jendral Pendikan Tinggi Depdiknas," kata Ansharullah.

Sedangkan Puket III Somatiah Fitriani, M.Pd menjelaskan, perguruan tinggi STIBA-IEC dengan pusat di Jatinegara Barat, memiliki cabang di Fatmawati Jakarta dan di Bekasi sedangkan kursus bahasa Inggris IEC tersebar di 39 cabang.

Selain melaksanakan program studi Bahasa Inggris reguler, STIBA-IEC juga memiliki program D3 serta D1 untuk guru di tingkat TK dan SD dan ada program khusus transfer D3 dari berbagai jurusan ke jenjang S1 dengan kuliah Sabtu dan Minggu.

"Kita memiliki gedung sendiri, ruang berpendingin dan multimedia, ada lab bahasa dan komputer, ruang ibadah, parkir serta ada beasiswa untuk mahasiswa berprestasi dan kursus gratis bahasa Inggris di IEC selama kuliah. Kita juga menyelenggarakan pengajaran ke berbagai instansi pemerintah dan swasta," kata Somariah. ant/is

By Republika Contributor
Rabu, 03 Desember 2008 pukul 22:09:00
Font Size A A A
http://www.republika.co.id/berita/18209.html

Jumat, 05 Desember 2008

TUJUAN

Tujuan didirikannya SMK Muhammadiyah Jember adalah :

1.Merupakan wujud syukur, amal ibadah dan amal usaha Muhammadiyah terhadap Allah Swt
2.Ikut serta mencerdaskan anak bangsa sebagai bakti kita terhadap Indonesia tercinta
3.Mewujutkan generasi bangsa yang cerdas, terampil dan mampu menciptakan lapangan kerja secara mandiri
4.Membantu keluarga miskin/kurang mampu untuk dapat menikmati pendidikan atas, sehingga akan merubah derajat dan taraf hidupnya dimasa depan
5.Menciptakan tenaga kerja ditingkat menengah yang siap bersaing di dalam dan diluar negeri
6.Memberikan bekal terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) dengan kehidupan yang seimbang jasmani dan rohaninya serta selamat dalam hidupnya di dunia dan di akherat

Pendirian SMK Muhammadiyah Jember

I. Latar Belakang
Tantangan yang dihadapi dunia pendidikan Indonesia saat ini sangat besar, khususnya Pendidikan Menengah Kejuruan yang terus berkembang sesuai tuntutan perkembangan globalisasi. Diantaranya tentang posisi Indonesia pada daya saing Bangsa di dunia Internasional, dampak krisis ekonomi yang tidak jelas kapan akan berakhir sehingga menuntut kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki keunggulan komparatif kompetitif.
Disamping itu sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, yang masing-masing daerah memiliki peluang untuk membangun dan mengembangkan pendidikan untuk peningkatan SDM nya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan masing-masing daerah, sehingga akan terjadi masing-masing daerah menetapkan skala prioritas yang berbeda-beda.
Disadari bahwa pembangunan pendidikan bukanlah urusan yang sederhana, melainkan urusan yang menyangkut berbagai pihak, berbagai aspek dan dimensi dengan sifatnya yang sangat dinamis, kompleks, mendalam dan luas. Sehingga persoalan utamanya adalah bagaimana agar semua pihak bekerjasama (bahu membahu) dalam meningkatkan kemampuannya secara optimal.
Dengan diterapkannya sistem school based manajemen yang intinya memberikan kesempatan kepada sekolah untuk mengembangkan dan membangun anak didiknya dalam rangka meningkatkan kualitasnya.
Tantangan-tantangan diatas itulah yang ingin dijawab oleh Muhammadiyah Cabang Patrang Jember, dengan mendirikan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Muhammadiyah dengan mengedepankan mutu dan keunggulan.
Bidang Keahlian yang dipilih adalah Teknologi Informasi dan Komunikasi, dengan Program Keahlian: Teknik Komputer dan Jaringan (TKJ) dan Teknik Multi Media (TMM)

II. Dasar Pemikiran
a.Perubahan paradikma pengelolaan pendidikan menengah kejuruan dari supply driven ke demand driven yang dipacu oleh kebutuhan pasar kerja
b.Pendidikan yang dilaksanakan oleh sekolah menjadi tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat dan dunia usaha/ dunia industri
c.Pelaksanaan Kegiatan Belajar Mengajar (KBM) tidak selalu bergantung pada kurikulum tetapi pengelolaannya luwes sesuai perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
d.Budaya sekolah yang relative masih ‘santai’ harus menyesuaikan dengan budaya industri yang berorientasi pada efisiensi, mutu dan produktifitas
e.Sekolah yang bermutu merupakan dambaan/kebutuhan seluruh lapisan masyarakat kita saat ini
f.Muhammadiyah di ibaratkan merupakan perusahaan yang besar yang selalu membutuhkan sumber daya manusia yang memiliki kompetensi tinggi dan beraneka ragam serta unggul dalam persaingan

III. Landasan Hukum
Landasan konstitusionalnya adalah :
1.UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
2.UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah
3.UU No. 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
4.PP No. 25 tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah Pusat dan Kewenangan Propinsi sebagai Daerah Otonomi
5.Perda No. 29 tahun 2000 tentang Pola Dasar Pembangunan Daerah Propinsi Jawa Timur
6.Perda No. 39 tahun 2000 tentang Dinas P dan K Propinsi Jatim
7.AD/ART Muhammadiyah
8.Qo,idah Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah dan Qo’idah Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah Muhammadiyah

IV. Letak Geografis
SMK Muhammadiyah terletak di Jl. PB Sudirman No. I/31, Telp. ( 0331) 429737 Jember 68118, Kelurahan Patrang, Kecamatan Patrang, Kabupaten Jember. Tepatnya 1 Km kearah utara dari Alun-alun Kota Jember dan menjadi satu kompeks dengan Masjid An Nur yang merupakan ikon Muhammadiyah di Kabupaten Jember
SMK Muhammadiyah ini berada dilingkungan sekolah-sekolah swasta dan negeri, yang akan memudahkan dalam berkoordinasi, yaitu :
a.Di sebelah Selatan, terdapat ; Masjid An Nur, SMP Negeri 2 Jember ( yang merupakan sekolah negeri faforit di Kabupaten Jember), SMP Negeri 4 Jember dan SMP Negeri 10 Jember ( yang dahulu adalah ST Negeri Jember) dan SMP PGRI 1 Jember
b.Di sebelah Barat, terdapat ; SMP Muhammadiyah 1 Jember ( yang merupakan SMP unggulan Muhammadiyah Kabupaten Jember), SMK Berdikari ( yang dahulu STM), SMK Negeri 1 Jember (yang dahulu SMEA) dan Kantor Depdiknas Kabupaten Jember
c.Di sebelah Utara, terdapat ; Kantor Kelurahan Patrang, Kantor Kecamatan Patrang dan RSUD Dr. Soebandi Jember
d.Di sebelah Timur, terdapat ; Universitas Negeri Jember (UNEJ) dan Universitas Muhammadiyah Jember